Thursday, October 1, 2020

Apakah Riwayat Browsing Bisa Diklaim sebagai Data Pribadi?

Cara Mudah Browsing Tanpa Koneksi Internet di Semua Browser

PT Rifan Financindo - Browsing history atau riwayat browsing di peramban akan terekam dalam bentuk cookies, cache image, dan lainnya. Data tersebut bisa mengungkap kebiasaan kamu saat berselancar di dunia maya.

Dalam dunia nyata, riwayat browsing dapat diibaratkan sebagai rute, jalan, tempat yang sudah dilalui atau dikunjungi oleh seseorang.

Pertanyaannya adalah apakah riwayat browsing pengguna merupakan dokumen elektronik yang dapat diklaim kepemilikannya oleh seseorang?


Baca Juga :


Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak secara spesifik menyebutkan riwayat browsing pengguna merupakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat dimiliki oleh orang.

Pemerhati Hukum Telekomunikasi, Informasi dan Transaksi Elektronik, Muhtar Ali, mengatakan cukup beralasan untuk menyebutkan bahwa kepemilikan riwayat browsing tidak dapat diklaim secara hukum oleh seseorang.

"Selain itu, hingga saat ini tidak ada putusan pengadilan di Indonesia yang menentukan siapa yang menjadi pemilik riwayat browsing penggunaan layanan internet," ujar Muhtar melalui keterangannya, Kamis (1/10/2020).

Ia memaparkan, Pasal 32(1) UU ITE tidak memberi uraian lebih lanjut tentang dokumen dan/atau informasi elektronik yang mana dapat diklaim kepemilikannya oleh seseorang atau menjadi milik publik.

Pasal 32(1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“ITE”) melarang orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

Peraturan UU ITE
Muhtar menjelaskan UU ITE juga tidak mengatur bagaimana cara seseorang memperoleh kepemilikan atas dokumen dan/atau informasi elektronik sebagaimana ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan bukti apa yang dapat ditunjukkan untuk dapat mengklaim kepemilikan atas suatu dokumen dan/atau informasi elektronik.

"Hal utama dalam delik Pasal 32(1) UU ITE adalah adanya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain yang diubah, ditambah, dikurangi, ditransmisikan, dirusak, dihilangkan, dipindahkan atau disembunyikan secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum. Artinya, larangan dalam Pasal 32(1) UU ITE berlaku apabila dokumen dan/atau informasi elektronik tersebut milik orang lain atau milik publik," paparnya.

Muhtar lebih lanjut mengatakan jika dikaitkan dengan perlindungan data pribadi, riwayat browsing tak memenuhi unsur yang disebutkan Pasal 1(1) PM 20/2016.

Dalam beleid itu disebutkan definisi data pribadi sebagai data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

Selanjutnya, data perseorangan tertentu adalah setiap keterangan yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi, baik langsung maupun tidak langsung, pada masing-masing individu yang pemanfaatannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Ps. 1(2) PM 20/2016).

Perlindungan Data Pribadi Diatur dalam UU ITE
Unsur utama data pribadi berdasarkan definisi di atas adalah bahwa data tersebut adalah data tentang perseorangan, yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi pada masing-masing individu, bukan tentang aktivitas seseorang.

Apabila seseorang mengakses internet dan mengunjungi berbagai situs yang berbeda, maka tindakan tersebut akan menghasilkan riwayat browsing yang antara lain menunjukkan situs mana saja yang dikunjungi, jam berapa dan berapa lama yang bukan merupakan data pribadi.

"Namun, informasi yang berisi nama yang mengakses, nomor identitas, dan alamat emailnya merupakan data pribadi yang perlindungannya diatur dalam UU ITE dan peraturan pelaksananya," pungkasnya. PT Rifan Financindo.

Sumber : Liputan 6

No comments:

Post a Comment